Jurnal
Sains Kepariwisataan & Pengetahuan Umum.
Vol.
VI No. 3. Nov. 2008
MEMENANGKAN
PERSAINGAN PEMASARAN ANTAR AKOMODASI PARIWISATA DI KEPULAUAN SERIBU
Rudy Aryanto
Bina Nusantara University
ABSTRACT
The rapidly growing tourism move to
island zone of tourism attraction, like the ecotourism in Kepulauan Seribu the
area natural marine biodiversity conservation, coral reef, and others various
natural potentials. To develop this potential tourism destination, the new
paradigm of marketing management names green marketing can applicated for
marine tourism destination development dan can be beneficial to attract
domestic tourists as well as international tourists. The study aimed to investigate the nature of
sustainable ecotourism, afterwards the data will be applied to strategic
marketing management activities and dynamic system. The dynamic system method
can use to estimate and simulate the competition among Resort s in this
area. Based on the result of marine
tourism dynamic system competition amongs Resort s simulation, the special
action which strong influence to this ecotourism industry names “Green
Marketing” as a driving element towards ecotourism industry that are beginning
to promote themselves ecotourist facilities, i.e., facilities that specialize
in experiencing nature or operating in a fashion that minimize their
environmental impact. The sustainable of island environmental condition is of
course will affect to increase visitors, tourist, and winning the competition
with the others island Resort s. This section continues with recomendation
applications of the green marketing strategy to winning the competition amongs Resort
s in the area of Kepulauan Seribu, followed by a more complete technical
description of the method and its advantages and limitations.
Keywords
: Green Marketing, Dynamic System,
Competition, Resort , Marine Tourism
PARIWISATA BAHARI DAN KEPULAUAN
Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat
didunia (WTO, 2000), dalam resolusinya PBB pun telah menyatakan bahwa
pariwisata as a basic and desirable human
activity deserving the praise and encouragement of all peoples and governments.
khusus bagi wisata bahari secara global di tahun 1993 mampu menghasilkan devisa
lebih dari US$ 3.5 triliun atau sekitar 6 – 7% dari total pendapatan kotor
dunia (WTTC, 1993). Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki
potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2001). sektor
ini meningkatkan kontribusi bidang kawasan dan wisata secara signifikan dari
Rp. 3 triliun di tahun 1990 menjadi Rp. 33 triliun di tahun 1999, kontunuitas
pengembangan ini tentunya berimplikasi pada bidang usaha wisata lainnya, yaitu
perhotelan, jasa rekreasi, biro perjalanan, dan restoran yang terletak di
kawasan wisata
Namun perlu disadari, di wilayah pesisir dan bahari,
kegiatan pariwisata dan rekreasi seringkali dapat menimbulkan masalah ekologis,
sedangkan keindahan dan keaslian alam merupakan modal utamanya. Gunn (1993)
mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat
aspek yaitu: (1) mempertahankan kelestarian lingkungannya, (2) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, (3) menjamin kepuasan pengunjung,
dan (4) meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya.
GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI (Kepulauan
Seribu)
Studi
ini diterapkan di kawasan Kepulauan Seribu yaitu suatu kawasan perairan seluas
6.997,50 kilometer persegi (699,50 hektar) saat ini terdata sekitar 110 pulau
yang mempunyai total luas keseluruhan 869,61 hektar. Setelah adanya konsep otonomi daerah,
Kepulauan Seribu atau Thousand Islands yang terletak di sebelah utara kota
Jakarta, mulai tanggal 21 November 2001 kepulauan ini resmi menjadi Kabupaten
Administrasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2001 dengan pusat
pemerintahan di Pulau Pramuka. Artinya sejak saat itu Kepulauan Seribu
mempunyai kedudukan yang sejajar dengan 5 wilayah kotamadya lainnya dalam
Provinsi DKI Jakarta.
Rangkaian mutiara di Kepulauan
Seribu ini terdiri dari 26 pulau yang luasnya dibawah 1 ha;20 pulau antara 1-3
ha;9 pulau antara 3,1-5,0 ha; 11 pulau antara 15,1-20,0 ha; 5 pulau antara
20,1-30,0 ha; 4 pulau di atas 30 ha.
Pulau Tidung Besar adalah pulau terbesar dengan luas 50,13 ha. Dari
pulau-pulau tersebut tercatat 11 pulau pemukiman dengan jumlah penduduk sekitar
18.700 jiwa, yang sebagian besar adalah nelayan (71%). Ada 4 pulau dengan
bangunan bersejarah yaitu Pulau Onrust, Pulau Bidadari, Pulau Cipir, dan Pulau
Kelor. Dua pulau dimanfaatkan sebagai
cagar alam yaitu Pulau Rambut/Burung dan Pulau Bokor serta Taman Nasional Laut.
Sedangkan dua pulau utama yang menjadi pusat pemerintahan dan pemukiman adalah
Pulau Pramuka dan Pulau Panggang.
Sebelas pulau lainnya dimanfaatkan
untuk tempat wisata umum atau Resort yaitu Pulau Bidadari, Pulau Ayer, Pulau
Laki, Pulau Putri, Pulau Sepa, Pulau Bira Besar, Pulau Pelangi, Pulau Kotok,
Pulau Pantara Timur, Pulau Pantara Barat, dan Pulau Matahari. Namun, sekarang
tinggal 9 pulau yang masih bisa bertahan. Kesebelas pulau ini adalah bagian
dari 45 pulau di Kepulauan Seribu yang diperuntukkan Rekreasi dan Pariwisata
(R&P). Jadi masih terdapat 34 pulau lagi yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai tempat wisata umum, yang merupakan pulau-pulau yang dimiliki
pribadi. Selain itu, Kepulauan Seribu
pun memiliki Pulau Pabelokan sebagai areal pertambangan minyak dan gas alam
dengan kandungan minyak bumi kurang lebih 500 juta barel dan gas 1,767 milyar
barel.
Selain memiliki pulau-pulau yang
sangat potensial tersebut, Kepulauan Seribu pun memiliki taman laut yang juga
masih indah. Banyak wisatawan yang datang untuk menyelam (diving) dan snorkeling di
sini. Tak hanya terumbu karangnya,
kawasan perairan Kepulauan Seribu masih memberikan ikan tangkapan kepada
nelayan tradisional untuk konsumsi masyarakat Jabotabek (Jakarta, Bogor, Depok,
Tanggerang, dan Bekasi), termasuk untuk memenuhi keperluan resor-Resort yang
ada. Juga dikembangkan budi daya ikan dan rumput laut, serta wisata pancing
sehingga dapat menjadi pilihan yang menarik di Kepulauan Seribu.
Sebagai ilustrasi, pada tahun 2002
Kepulauan Seribu mendapat anggaran pembangunan sebanyak Rp.114 milyar dimana Rp
62,574 milyar-nya berasal dari Pemda Provinsi DKI Jakarta, dan tahun 2003
Kepulauan Seribu bisa memperoleh anggaran sebesar Rp.166 milyar. Sebagian besar dana itu akan digunakan untuk
membangun aksesibilitas ke Kepulauan Seribu. Sangat kecil bila dibandingkan
dengan kelima wilayah kota di DKI Jakarta lainnya yang bisa mendapat dana
dengan trilyun. Hal itu mungkin disesuaikan dengan jumlah penduduk Kepulauan
Seribu yang hanya 18.700 orang, padahal jumlah penduduk pada masing-masing
wilayah kota di Jakarta adalah jutaan. Namun tidaklah akurat bila membuat rasio
antara APBD dengan jumlah penduduk. Yang harus diperhatikan adalah spesifikasi
daerahnya. Maka tentunya kawasan kepulauan membutuhkan dana lebih besar
dibandingkan daratan. Untuk membangun
infrastruktur transportasi antar pulau pasti lebih mahal daripada di daratan.
Apalagi dengan jumlah pulau yang sangat banyak. Transportasi inter island ini sangat prima dibutuhkan
bila ingin serius membuat kawasan wisata bahari.
Kunjungan Wisatawan
Potensi
wisatawan nusantara (wisnus) sangatlah besar untuk Kepulauan Seribu. Terlihat
dari data kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu dari tahun 1988 sampai 2001,
jumlah wisnus jauh lebih besar dibandingkan wisatawan mancanegara (wisman).
Bahkan pada tahun 1995 jumlah wisnus mencapai angka tertinggi yaitu 143.722 sedangkan
wisman hanya 12.990. Ini satu fenomena yang menarik karena biasanya destinasi
wisata kepulauan di Indonesia lebih banyak dikunjungi wisman dibandingkan
wisnus karena masalah kemampuan daya beli juga masalah ketertarikan.
Fakta bahwa orang Jakarta dan
sekitarnya banyak yang berniat mengunjungi Kepulauan Seribu. Namun bila
dibandingkan dengan jumlah penduduk Jabodetabek yang mencapai sekitar 20 juta
jiwa, jumlah wisnus yang mengunjungi Kepulauan Seribu masih sangat kecil. Apalagi bila dilihat jumlahnya dari tahun
1998 sampai 2001 yang hanya sekitar angka 80 ribuan. Jadi, sejak krisis ekonomi melanda sangat
signifikan penurunan jumlah wisnus yang berkunjung ke Kepulauan Seribu.
MEMENANGKAN PERSAINGAN PEMASARAN BISNIS
RESORT DI KEPULAUAN SERIBU
Dalam 30 tahun terakhir telah muncul kesadaran baru di
seluruh dunia yang memberikan dasar bagi pergeseran menuju pada pola produksi
dan konsumsi yang berkelanjutan (OECD, 1991). Sebagai pengganti tekanan yang
dirasakan pada masa sesudah perang dunia ke-2 yang semata-mata mementingkan
jumlah – ‘produksi massa’ dan ‘konsumsi massa’ – sekarang orang lebih
menekankan mutu; nilai tambah makin lebih didasari pengetahuan, bukan didasari
sumber daya alam atau tenaga kerja. Produk dan jasa sering dibuat khusus untuk
memenuhi keinginan sekelompok kecil konsumen (Schmidheiny S. 1992). Dibawah
tekanan peraturan yang semakin ketat, harapan konsumen yang makin “hijau’,
serta sikap baru manajemen terhadap tanggung jawab perusahaan semakin luas
pula, maka perusahaan-perusahaan menyadari bahwa dalam pengelolaan sumber daya
dan lingkungannya perlu mengurangi resiko dan dampak yang diakibatkannya,
sehingga dapat diggunakan kembali secara utuh atau sebagian selama beberapa
generasi (Vandermerwe S. dan Oliff M., 1991)
Green Marketing pada Industri Ekowisata Bahari
Setiap wisatawan pada dasarnya memiliki cara pandang bahwa
berwisata bertujuan untuk dinikmati sebagai hari bebas dari pekerjaan
sehari-hari yang membosankan, hari libur dan perjalanan wisata mulai menjadi
cara untuk melepaskan diri dari kejenuhan hidup rutin sehari-hari. Berwisata
adalah suatu gejala pelepasan (escapism)
dan bersenang-senang atau tamasya (pleasure
tourism), serta wisata rekreasi (recreation
tourism). Argumen tradisional bagi Mass
Marketing ini, adalah untuk menciptakan pasar potensial terbesar, yang akan
menghasilkan biaya lebih rendah, sehingga paket wisata yang ditawarkan dapat
diringkas dan diperuntukan bagi semua jenis wisatawan misalnya pada industri
ekowisata bahari, secara umum ditawarkan produk wisata Resort rooms, entertainments
(discotique, karaoke, etc..), games, souvenirs, barbeque, dan lain-lainnya.
Akan tetapi, menurut Regis Mc. Kenna (1995) dengan adanya peningkatan jumlah
media iklan dan saluran distribusi membuat sulit dipraktikannya pemasaran “satu
ukuran untuk semua” ini. Sehingga tidak mengherankan bahwa konsep Mass Marketing ini sedang sekarat.
Banyak perusahaan yang mulai menyadarinya dan mundur dari Mass Marketing dan beralih ke teori pemasaran yang lebih mikro
lagi, sehingga diperlukan perubahan dan pemecahan pasar massal, menjadi
pemasaran yang dikhususkan kepada karakteristik konsumen (wisatawan) tertentu.
Preferensi karakteristik yang dimiliki konsumen ini sangat kuat dan hanya dapat
distimuli melalui cara komunikasi dan saluran distribusi yang semakin terarah.
Perusahaan mulai meninggalkan pendekatan “senapan” yang membidik konsumen
“rata-rata” dan semakin merancang produk dan program pemasaran mereka secara
lebih spesifik lagi.
Bagi jenis industri ekowisata bahari, diperlukan konsep
pemasaran yang dapat menerobos pasar yang memiliki kekhususan dan pasar yang
tertutup. Sehingga semakin meningkat kesadaran dari industri untuk memenuhi
kebutuhan pasar khusus tersebut dan trend yang selama ini terabaikan,
penelitian terhadap kasus ini diawali oleh Schiller (1992), Naisbit (1990) dan
Kotler (1996) tentang Megatrend dan Megamarketing yang merupakan koordinasi
strategis keahlian sosial, ekonomi, psikologis, lingkungan, politik, dan
teknologi untuk mendapatkan kerjasama dari semua pihak untuk memasuki dan
beroperasi dalam pasar tertentu. Disebutkan pula bahwa, produk atau program
pemasaran baru mungkin akan berhasil jika ia sejalan dengan trend yang kuat.
Misalnya dengan trend lingkungan yang semakin menguat, sehingga akan membentuk
peluang dan ancaman yang tidak dapat dikendalikan tetapi harus dipantau dan
ditanggapi oleh perusahaan.
Beberapa ahli lain memperkuat pendapat tentang perhatian
marketing kepada ekologi, tidak hanya mempelajari hubungan antara manusia,
organisasi, dan lingkungan alam, akan tetapi mengevaluasi kembali berbagai isu
tentang environmental friendlyness, recyclability, waste reduction, the costs
associated pollution, dan the price value relatinonship of environmentalism
(consumer report 1991, Lozada & Wimsatt 1998, Magraw 1994, Ottman 1998,
Schmidheiny 1992).
Green Marketing
merupakan aktifitas yang mencakup berbagai segi, termasuk didalamnya adalah
modifikasi produk, perubahan pada proses produksi, perubahan kemasan,
sebagaimana memodifikasi periklanan. Hal tersebut membuat upaya mendefinisikan green
marketing menjadi tidak mudah, dan terminology yang dipakai didalam area ini
menjadi bervariasi, termasuk didalamnya adalah green marketing, green marketing,
dan ecological marketing. Pembahasan terhadap green marketing ini mengemuka
sejak workshop yang diadakan oleh The American marketing Association (AMA) di
tahun 1975, yang disusul dengan berbagai literature dan buku diantaranya dari
Henion and Kinear (1976), Charter (1992), Coddington (1993), dan Ottman (1993).
Green Marketing
didefinisikan sebagai konsistensi dari semua aktifitas yang mendesain pelayanan
dan fasilitas bagi kepuasan kebutuhan dan keinginan manusia, dengan tidak
menimbulkan dampak pada lingkungan alam (Polinsky, 1994), pengertian ini serupa
dengan definisi dari Ecological Marketing
yang menyebutkan tetang perihal positif dan negatifnya dari aktifitas marketing
terhadap polusi, hilangnya energi dan sumber daya non energi (Henion dan
Kinear, 1976). Disebutkan pula, bahwa proteksi terhadap lingkungan sering kali
dianggap sebagai banyak meningkatkan biaya, sebenarnya pengeluaran hal tersebut
secara ofensif dapat mereduksi biaya (misalnya less material/energy) dan
merupakan langkah yang potensial bagi competitive
advantages ("green products").
Prinsip-prinsip umum lainnya yang melekat pada green
marketing dan banyak digunakan oleh berbagai negara menurut Clark D.S., 1998,
adalah:
²
Environmental Benefit
²
Degradable / Biodegradable /
photodegradable
²
Compostable
²
Recycled Content
²
Source reduction
²
Refillable
²
Ozone Save dan Ozone Friendly
Profil Bisnis Resort di Kepulauan Seribu
Resort adalah suatu tempat atau daerah dimana wisatawan
dapat melakukan perjalanan untuk berekreasi. Akomodasi adalah merupakan
komponen utamanya, yaitu binis wisata yang dikelola secara komersial,
disediakan bagi setiap orang minimal untuk memperoleh pelayanan dan penginapan
berikut makan dan minum.
Resort pada kawasan ekowisata pesisir dan bahari di daerah
Kepulauan Seribu pada umumnya menitik beratkan pada bisnis akomodasi dengan
jenis-jenis dan ciri-ciri khusus bisnis Resort sebagai berikut :
Private Resort yang dilengkapi dengan Marina, Boatel, dan Nautel,
yaitu jenis hotel kecil dan sedang yang dibangun di daerah resort, yang
dilengkapi oleh bangunan hotel permanen yang terletak di laut dan memiliki
akses langsung ke kapal, sehingga dapat berfungsi sebagai pelabuhan kecil.
Medium Resort dengan jumlah kamar rata-rata 25 s/d 100
kamar.
Transient
atau Commercial
Resort dengan tamu yang dapat
menginap semalam lebih atau kurang, dan mereka menanda tangani perjanjian sewa
kamar menginap, karena ruang sekitar kepulauan seribu yang relatif kecil, biaya
yang cukup mahal, dan sedikitnya waktu libur wisatawan.
Year Round Operating Resort yang buka (beroperasi) setiap saat sepanjang tahun.
Modified American Plan System yang
menyediakan pelayanan kamar ditambah dengan dua kali makan, yaitu sarapan pagi
dan makan siang.
Resort-Resort di Kepulauan Seribu umumnya menyajikan
berbagai macam produk jasa pelayanan pariwisata yang memiliki kesamaan antara
satu Resort dengan Resort lainnya, yaitu :
Rooms
jenis kamar ditawarkan dari masing-masing Resort yang pada dasarnya dapat
disetarakan dengan single, twin, double,
triple, dan suite rooms, baik
yang bersifat second class, first class,
maupun deluxe room. Selain seperti
hotel pada umumnya, dapat berupa private,
caravan sites, bungalau, marina, boatel,
dan nautel.
Food
and Beverage adalah pendapatan Resort yang
dihasilkan dari penjualan jasa penyediaan makanan dan minuman, yang disajikan
baik sebagai kesatuan dengan room
services (paket diantar ke kamar), maupun take out service and outside catering (melayani pesanan bagi
penyelenggaraan perjamuan).
Restaurant
and Bar berupa penyajian, informasi dan penjualan makanan minuman
yang pada umumnya terdiri dari coffe
shop, cafeteria, night club dan restaurant
(termasuk grill room, pizzaria, oriental,
dll), serta jasa-jasa patissier (cake,
dessert, glacier, ice cream, etc), banquet hall, rottisseur (barbeque), savoury
(yorkshire, crepes, pancake, etc), dan poissonier
(seafood, sauce, etc).
Conference
& Function Room yaitu penyediaan ruangan untuk seminar, rapat, perjamuan,
yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas konferensi dan konvensi.
Laundry atau pelayanan penunjang berupa jasa pencucian.
Arcade
merupakan pendapatan Resort dari pejualan di toko/kios yang menjual, koran,
majalah, cinderamata, obat-obatan, jasa bank, dan penjualan berbagai kebutuhan
lainnya.
Business
Centre sebagai pelayanan co-secretary
yang memungkinkan bagi para wisatawan untuk tetap melaksanakan kegiatan
pekerjaan dan usahanya.
Guest Entertainments yaitu peralatan dan perlengkapan penunjang
yang bertujuan untuk memberikan relaksasi dan permainan bagi para wisatawan,
misalnya jasa music, bilyard, dll
Telecommunication adalah penyediaan berbagai fasilitas
komunikasi dengan luar pulau yang berupa telephone,
facsimile, telex, mecanograph, dan internet.
Transportation from Marina mamberikan jasa pelayanan transportasi
(kapal boat, cruise, dll) untuk
mencapai pelabuhan Marina yang terletak di Jakarta Utara.
Various
Sports memberikan jasa pembimbingan dan berbagai fasilitas oleh
raga pantai misalnya snockling, diving,
surfing, cruise, fishing, volly ball, dll.
Out
Bond atau penawaran paket-paket kegiatan luar dengan mengandalkan
interaksi dengan lingkungan di sekitar pulau yang masih alami.
Store
and rentals adalah penyediaan jasa penyimpanan
berbagai barang dan menyewakan berbagai barang yang diperlukan oleh wisatawan.
Others Services Income merupakan pelayanan lainnya dari pihak resor,
misalnya penyediaan fasilitas children
playroom, swimming pool, dll.
ANALISA
SISTEM DINAMIS UNTUK PERSAINGAN PEMASARAN ANTAR RESORT DI KEPULAUAN SERIBU
System Dynamic
Sebagai Alat Analisa Persaingan
Salah
satu metode untuk menganalisis pengelolaan sumberdaya alam oleh suatu
organisasi pada kurun waktu tertentu adalah metode dinamika sistem. Dinamika
sistem adalah suatu metode untuk mempelajari fenomena suatu sistem. Tidak
seperti bidang ilmu lainnya, yang mempelajari segala sesuatu dengan memecah
menjadi bagian-bagian kecil. dinamika sistem melihat segala sesuatu secara utuh
(holistic). Konsep utama dinamika sistem adalah bagaimana semua objek dalam
suatu sistem saling berinteraksi satu dengan lainnya. Objek dan orang dalam
sistem saling berinteraksi dalam loop sebab akibat, dimana perubahan satu
variabel akan mempengaruhi terhadap variabel lainnya dalam kurun waktu ke
depan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi variabel aslinya. Selanjutnya
saling mempengaruhi antar variabel berlanjut sepanjang kurun waktu yang
dipelajari. Sehingga dari dinamika sistem ini didapatkan suatu metode untuk
mempelajari fenomena dalam sistem manajemen strategi pada pengelolaan dan
bisnis pada obyek ekowisata kepuluan, pesisir dan bahari secara optimal,
berkelanjutan yang terintegrasi dalam sebuah model ringkas. (Aryanto, 2008)
Persaingan Strategi Bisnis dan
Pemasaran Antar Resort di Kepulauan Seribu
Dari
data kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu terlihat potensi wisatawan
nusantara (wisnus) jauh lebih besar dibandingkan wisatawan mancanegara (wisman)
sangatlah besar untuk Kepulauan Seribu. Dan sebagian besar dari wisnus tersebut
adalah penduduk Jakarta dan sekitarnya, karena daya beli masyarakat Jabodetabek
(Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi) lebih baik dibandingkan
daerah-daerah lain di Indonesia khususnya untuk kalangan menengah ke atas. Dan
adanya kebutuhan untuk berwisata ke tempat yang tenang namun pada jarak yang
dekat dari Jakarta. Untuk transportasi ke Kepulauan Seribu umumnya dapat
dicapai dermaga-dermaga di Jakarta dan Tangerang yang berada di Marina/Ancol,
Muara Angke, Tanjung Pasir, dan Rawa Saban, baik dengan menggunakan speed boat maupun dengan kapal nelayan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wisatawan yang berkunjung resort-Resort ke
Kepulauan Seribu adalah sebagain besar dari Jakarta dan sekitarnya. Artinya
terdapat kesamaan pangsa pasar (market
share) bagi setiap Resort di ke Kepulauan Seribu tersebut.
Untuk
bersaing mendapatkan dan memperebutkan pangsa pasar wisatawan yang memiliki
karakteristik relatif sama, maka para pengusaha Resort di Kepulauan Seribu
menerapkan berbagai strategi pemasaran yang beragam.
Walaupun dengan menggunakan sumber daya yang sama, yaitu
waktu dan perhatian dari manajer, penanaman modal resorT, dan berbagai
fasilitas lainnya yang sama. Namun setelah resor-Resort tersebut beroperasi,
maka para pengusahanya memilih berbagai alternatif strategi pemasaran yang
diantaranya ada yang memilih menggunakan konsep Mass Marketing (pemasaran dengan target pasar sasaran secara massal
/ flexible diperuntukan bagi semua wisatawan) sedangkan para pengusaha Resort lainnya
lebih memilih menggunakan konsep Green
Marketing (pemasaran dengan target pasar sasaran yang lebih mikro, yaitu
wisatawan yang interest dengan pelestarian alam, keaslian dan keasrian alami
kepulauan tersebut). Dengan resiko keberhasilan atau ketidak berhasilan sebuah Resort
dalam menerapkan strategi pemasarannya, maka akan mempengaruhi keberhasilan
atau ketidak berhasilan yang sebaliknya pada Resort yang lainnya, karena pangsa
pasar yang dijadikan target sasaran adalah sama.
Dinamika Sistem pada Persaingan
Strategi Pemasaran antara Pulau Panggang Resort (PKR) Versus Pulau Pramuka Resort (PPR).
Pulau
Panggang Resort (PKR) dan Pulau Pramuka Resort
(PPR) adalah dua pulau diantara
Kepulauan Seribu yang saling berdekatan, sehingga dapat dicapai dengan alat
transportasi speed boat ataupun
perahu nelayan dengan jarak dan jangka waktu yang relative sama. Kedua-duanya
diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan, occupancy rates, dan lama kunjungan (length of stay) dari para wisatawan, bahkan diharapkan di masa
mendatang akan dikunjungi pula oleh banyak wisman (international tourist).
Pada tahun 1993 kedua Resort tersebut mulai beroperasi, dengan fasilitas
dan permodalan yang relatif sama. Namun keduanya menerapkan strategi pemasaran
yang berbeda ;
1.
Pada Pulau Panggang Resort (PKR) yang
memiliki potensi sumber daya manusia lebih banyak karena terdapat jumlah
penduduk pulau yang lebih banyak, diterapkan strategi pemasaran Mass
Marketing, yaitu dengan strategi tarif harga yang lebih rendah (harga
paket Rp. 605.000,-) dan pembangunan fasilitas Resort dan akomodasi secara
besar-besaran, sehingga dengan strategi ini PKR pada tahun-tahun pertama
mendapatkan jumlah kunjungan wisatawan yang lebih banyak (952 orang wisatawan)
dibandingkan dengan resort-resort lainnya.
2.
Sedangkan Pulau Pramuka Resort (PPR)
yang hanya memiliki sumber daya manusia yang lebih sedikit dan luas pulau yang
lebih kecil, menerapkan strategi pemasaran Green Marketing. Namun dengan
menawarkan produk-produk wisata yang eco-design kepada target pasar sasaran
yang lebih mikro (pada segmen pasar dan konsumen ekowisata kepulauan, pesisir
dan bahari tertentu), menjaga keberkelanjutan sumber daya alam, dan menerapkan
konsep produksi bersih. Sehingga walaupun di terapkan tarif harga yang lebih
mahal (harga paket Rp. 730.000,-) dan kunjungan wisatawan yang lebih sedikit
(900 orang wisatawan) di tahun-tahun pertama bila dibandingkan dengan pesaingnya
(PKR), dalam operasionalisasi di tahun-tahun berikutnya PPR ternyata lebih
berhasil mendapatkan pangsa pasar wisatawan di Kepulauan Seribu.
3.
Karena memiliki pangsa pasar yang sama,
sehingga kedua Resort tersebut berkompetisi pada struktur pasar yang zero sum game. mengakibatkan Pulau Pramuka
Resort (PPR) sedikit demi sedikit dari
tahun ke tahun mengambil porsi pangsa pasar yang tidak dapat diraih kembali dan
mengurangi peluang Pulau Panggang Resort (PKR) di tahun-tahun berikutnya. Atau dengan
kata lain, para wisatawan lebih memilih pulau yang lebih alami/virgin.
4.
Dengan demikian Pulau Pramuka Resort (PPR) dengan strategi pemasaran Green Marketing lebih sukses dan
konsisten dalam melestarikan sumber daya alam yang dimilikinya, meningkatkan
pendapatan, serta dapat mengurangi pengeluaran / biaya operasionalisasi Resort tersebut.
5.
Pulau Pramuka Resort (PPR) lebih berhasil dan lebih cepat dalam
mengalokasikan sebagian besar keuntungannya untuk melakukan investasi kembali,
sehingga produk wisata yang ditawarkanya mampu bersaing di pasar dan akhirnya
akan memperbesar keuntungan dan modal perusahaan, sedangkan pesaingnya Pulau
Panggang Resort (PKR) tidak. Berikut ini
adalah perbandingan rata-rata pertumbuhan pendapatan, biaya, dan keuntungan
dari masing-masing Resort dari tahun ke tahun.
|
Pulau
Panggang Resort (PKR)
|
Pulau
Pramuka Resort (PPR)
|
Peningkatan
Pendapatan
|
1
% per tahun
|
8,3
% per tahun
|
Peningkatan
Biaya
|
16,2
% per tahun
|
2,3
% per tahun
|
Peningkatan
Keuntungan
|
8,3
% per tahun
|
26
% per tahun
|
Pangsa pasar lebih banyak tertuju pada
Pulau Pramuka Resort (PPR), maka
terhadap Pulau Panggang Resort (PKR)
peluangnya makin sedikit, akibatnya semakin sedikit pula keuntungan yang
diraihnya. Pulau Panggang Resort (PKR)
makin terpuruk lagi akibat pasar mulai meninggalkannya, karena wisatawan lebih
menyukai obyek ekowisata yang alami.
Dengan
asumsi-asumsi bahwa kedua Resort menggunakan mata uang dengan nilai yang sama
(Rupiah), dan terdapat kesamaan persepsi diantara para wisatawan dalam menilai
faktor alami obyek ekowisata kepuluan, pesisir, dan bahari. Sehingga dapat
dibuat diagram Simpal Kausal, Diagram Alir, Persamaan Powersim, Grafik, Tabel
Simulasi dan Diagram Simpal Kausal , berikut:
Keberhasilan PKR : Keuntungan
yang diperoleh PKR menerapkan Mass Marketing
Keberhasilan PPR : Keuntungan
yang diperoleh PKR menerapkan Green marketing
Alokasi Sumber
Daya : Pangsa
Pasar
Sumber Daya PKR : Perputaran
Modal Kerja PKR
Sumber Daya PPR : Perputaran
Modal Kerja PPR
Dari hasil
simulasi tersebut terlihat bahwa mulai tahun pertama hingga tahun-tahun
berikutnya telah terjadi perbedaan kecenderungan keuntungan Pulau Panggang Resort
(PKR) yang menerapkan Mass Marketing yang bersaing dengan Pulau Pramuka Resort (PPR)
yang menerapkan Green Marketing. Keuntungan Pulau Pramuka Resort (PPR) semakin meningkat dengan bertambahnya
waktu, sedangkan keuntungan Pulau Panggang Resort (PKR) semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh
sebagian besar keuntungan yang diperoleh Pulau Pramuka Resort (PPR) digunakan kembali sebagai akumulasi
tambahan investasi untuk melestarikan sumber daya alam yang dimilikinya,
meningkatkan pendapatan, serta mengefisienkan pengeluaran / biaya operasional,
disamping pangsa pasar wisatawan yang ternyata lebih cenderung memilih
berkunjung ke Pulau Pramuka Resort (PPR) yang lebih alami/virgin dibandingkan
berkunjung ke Pulau Panggang Resort (PKR). Kecenderungan-kecenderungan inilah
yang lebih nyata dalam meningkatkan usaha Pulau Pramuka Resort (PPR). Di lain pihak, Pulau Panggang Resort (PKR)
tidak menginvestasikan sebagian keuntungannya untuk menjaga kelestarian
lingkungan dalam proses produksinya sehingga pangsa pasar (market share)
semakin berkurang. Dengan bertambahnya waktu terlihat bahwa Pulau Panggang Resort
(PKR) makin terpuruk.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Suatu contoh studi yang diterapkan di kawasan Kepulauan
Seribu yaitu suatu kawasan wilayah perairan yang memiliki potensi sumber daya
alam pesisir dan bahari yang kaya. Kawasan ini mentargetkan menjadi daerah
tujuan wisata bahari nasional dan mengandalkan kepada sektor ekowisata yang
digerakan oleh pengembangan resort-resort di sekitarnya. Dalam
operasionalisasinya, resort-resort tersebut harus berkompetisi memperebutkan
pangsa pasar wisatawan yang sama, dan masing-masing menerapkan berbagai
strategi pemasaran. Pulau Panggang Resort (PKR) adalah sebagai salah satu contoh
industri wisata yang memilih menggunakan konsep Mass Marketing (pemasaran
dengan target pasar sasaran secara massal / flexible diperuntukan bagi semua
wisatawan) sedangkan Pulau Pramuka Resort (PPR) lebih memilih menggunakan konsep Green
Marketing (pemasaran dengan target pasar sasaran yang lebih mikro,
yaitu wisatawan yang interest dengan pelestarian alam, keaslian dan keasrian
alami kepulauan tersebut).
Dengan menggunakan Analisa Sistem Dinamis terlihat telah
terjadi kecenderungan persaingan tersebut. Keuntungan Pulau Pramuka Resort (PPR) semakin meningkat dengan bertambahnya
waktu, sedangkan keuntungan Pulau Panggang Resort (PKR) semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh
sebagian besar keuntungan yang diperoleh Pulau Pramuka Resort (PPR) digunakan kembali sebagai akumulasi
tambahan investasi untuk melestarikan sumber daya alam yang dimilikinya, meningkatkan
pendapatan, serta mengefisienkan pengeluaran / biaya operasional, disamping
pangsa pasar wisatawan yang ternyata lebih cenderung memilih berkunjung ke Pulau
Pramuka Resort (PPR) yang lebih
alami/virgin bila dibandingkan berkunjung ke Pulau Panggang Resort (PKR). Kecenderungan-kecenderungan inilah yang
lebih nyata dalam meningkatkan usaha Pulau Pramuka Resort (PPR). Di lain pihak, Pulau Panggang Resort (PKR) tidak menginvestasikan sebagian
keuntungannya untuk menjaga kelestarian lingkungan dalam proses produksinya
sehingga pangsa pasar (market share)
semakin berkurang. Dengan bertambahnya waktu terlihat bahwa Pulau Panggang Resort
(PKR) makin terpuruk. Hingga tahun ke-60
atau di tahun 2053 diprediksikan Pulau Panggang Resort (PKR) tidak dapat berusaha lagi karena
mengalami defisit/kerugian dan perputaran modal kerjanya telah habis terpakai,
sebaliknya Pulau Pramuka Resort (PPR)
telah berhasil meningkatkan keuntungan tahunannya menjadi Rp. 1.020.087.950,-
dengan akumulasi perputaran modal kerjanya meningkat menjadi Rp.
14.830.396.300,-.
Saran-saran
Dengan mempelajari contoh kasus tersebut, maka industri Resort
di daerah Kepulauan Seribu sebaiknya mempromosikan dirinya sebagai penyedia
fasilitas bagi ecotourist (wisatawan yang mencari keaslian alam dan ekologi)
serta mengkhususkan bisnisnya kepada wisata alam dan kegiatan operasionalnya
yang selalu meminimisasi dampak terhadap lingkungan (Green marketing).
Dengan tekanan persaingan pemasaran yang semakin ketat, dan
harapan konsumen yang makin “hijau’, diharapkan dapat merubah sikap manajemen Resort
terhadap tanggung jawab perusahaan yang semakin luas, para pengusaha industri Resort
tersebut akan menyadari bahwa dalam pengelolaan sumber daya dan lingkungannya
perlu mengurangi resiko dan dampak yang diakibatkannya, dan tidak menimbulkan
berbagai masalah ekologis, mengingat bahwa keindahan dan keaslian alam
merupakan modal utama.
DAFTAR PUSTAKA
Aryanto., 2009. System Dynamic Analysis
Perspective to Design The Sustainable Mountain Tourism Management Model.
Sustainable Tourism Development. Ubaya Interational Annual Symposium on
Management. Surabaya
Bengen D.G., 2001. Sinopsis Ekosistem
Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. 62 p.
Charter M. 1992. Greener marketing.
Greenleaf Publishing. Sheffield
Consumer Report. 1991. Selling Green.
October: 687 – 692
Clark D.S. 1998. Guides for the Use of
Environental Marketing Claims. Federal Trade Commision.
Kotler P. et.al. 1997. Marketing for
Tourism and Hospitality. Prentice-Hall. New Jersey.
Lozada. H. & Mintu-Wimsatt. 1998.
Green-Based Innovation: Sustainable Development in Product Management. Haworth
Press. Binghamton.
Magraw D. 1994. NAFTA’s Repercussions:
is Green Trade Possible? Environment 36.
Naisbitt J. and Aburdene P. 1990.
Megatrends 2000. Avon Books. New York.
OECD. 1991. Organisation for Economic Co-operation and Development.
Technology in Changing World. Paris.
OECD. 1991. Eco-Labeling in OECD Countries. Paris.
Ottman J. 1998. Strategic Marketing of Greener Products. Journal of
Sustainable Product Design.
Ottman J. 1993. Green Marketing: Challenges and Opportunities for the
New Marketing Age. Lincolnwood. Illinois.
Schmidheiny S. 1992. Changing Course: A
Global Business Perspective on development and the Environment. Massachusetts
Institute of Technology Press. Cambridge.
Vandermerwe S. dan Oliff M. 1991.
Corporate Challenges for an age of reconsumption. Journal of World Business.
Columbia.
World Tourism Organization.
2000.Tourism Trends. Madrid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar